Friday, August 25, 2006

Shari'ah Year of FEUI ...

Mimpi itu akhirnya menjadi kenyataan. Ekonomi syariah resmi menjadi bagian integral dari FEUI di tahun 2006 ini dengan: (i) dibukanya Konsentrasi Inter-Departemen "Ekonomi dan Bisnis Syariah" di program sarjana FEUI, (ii) pendirian Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) FEUI, dan (iii) rencana pembukaan kantor kas Bank Muamalat di FEUI. Sebuah milestone kembali tertoreh dalam sejarah perkembangan ekonomi syariah, tidak hanya untuk FEUI, namun juga untuk Indonesia, bahkan dunia. Semoga ...

LAPORAN PERKEMBANGAN
EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH DI FEUI

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan hormat,
Teriring do’a dan salam untuk seluruh civitas akademika FEUI, bersama ini kami sampaikan berita dan perkembangan terkini tentang pengembangan ekonomi dan bisnis syariah di FEUI.
Dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi dan bisnis syariah mengalami perkembangan signifikan di FEUI, dan berpuncak di tahun 2006 ini. Beberapa perkembangan penting tentang Ekonomi dan Bisnis syariah di FEUI di tahun 2006 ini antara lain:
1. Pembukaan Konsentrasi Inter-Departemen “Ekonomi & Bisnis Syariah” pada Program Sarjana Regular FEUI pada tahun ajaran 2006/2007.
2. Pembukaan Pusat Ekonomi & Bisnis Syariah (PEBS) FEUI yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan Dekan FEUI Nomor: KPTS/345/D/2006 tertanggal 23 Juni 2006.
3. Rencana Pembukaan Kantor Kas Bank Muamalat –yang juga sekaligus berfungsi sebagai lab mini bank syariah- di Lobby Gedung A FEUI, Depok, pada Bulan September 2006, bertepatan dengan Ulang tahun FEUI ke-56.
Perkembangan signifikan ini sangat menggembirakan dan tentunya menjanjikan. Menggembirakan karena terobosan penting FEUI ini akan menjadi sebuah milestone penting dalam pengembangan ekonomi dan bisnis syariah di Indonesia mengingat kedudukan FEUI sebagai center of excellence untuk studi ekonomi dan bisnis di Indonesia. Hal ini juga menjadi sangat menjanjikan karena perkembangan ekonomi dan bisnis syariah yang sangat pesat dalam satu dekade terakhir ini. Dengan demikian, FEUI berada di jalur utama untuk mengambil peluang yang ada dan mengantisipasi perkembangan di masa depan.
Kami mengajak seluruh civitas akademika FEUI, baik staf pengajar dan peneliti, alumni, dan mahasiswa, untuk bersama-sama mengembangkan ekonomi dan bisnis syariah di FEUI. Semoga apa yang kita lakukan dapat membuat FEUI mengambil peran terdepan dalam pengembangan ekonomi dan bisnis syariah di Indonesia.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Depok, 22 Agustus 2006

Koordinator Pelaksana
Pembukaan Konsentrasi Inter-Departemen “Ekonomi & Bisnis Syariah” pada Program Sarjana FEUI dan “Pusat Ekonomi & Bisnis Syariah” FEUI


Yusuf Wibisono, SE., ME


SELAYANG PANDANG

Konsentrasi Inter-Departemen “Ekonomi & Bisnis Syariah” pada Program Sarjana FEUI

Konsentrasi ini dibuka secara resmi pada tahun ajaran baru 2006-2007. Konsentrasi bersifat inter-departemen, dimana seluruh mahasiswa FEUI dari semua departemen dapat mengambil konsentrasi ini. Konsentrasi ini baru bisa diambil secara resmi oleh mahasiswa angkatan 2006, namun mahasiswa angkatan sebelumnya dapat mengambil mata kuliah yang ada di konsentrasi ini sebagai mata mata kuliah pilihan.
Konsentrasi terdiri dari 6 mata kuliah dengan beban 15 SKS, 3 mata kuliah ditawarkan pada semester gasal dan 3 mata kuliah ditawarkan pada semester genap. Sinopsis mata kuliah di konsentrasi ini adalah sebagai berikut:
1. Ekonomi Syariah (Semester Gasal) : 3 SKS
MK Prasyarat: Pengantar Ekonomi 1 dan Pengantar Ekonomi 2
Mata Kuliah ini membahas pengantar dan isu-isu terkini tentang teori dan praktek Ekonomi Islam. Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dasar tentang epistimologi, prinsip-prinsip, institusi, kebijakan, dan instrumen ekonomi Islam. Pada mata kuliah ini akan dibahas topik-topik mikro dan makro ekonomi dari perspektif Islam meliputi sejarah pemikiran ekonomi Islam, mekanisme pasar, teori konsumsi dan produksi, struktur pasar, kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, dan perhitungan pendapatan nasional. Mata kuliah ini juga bertujuan membangun kemampuan yang diperlukan bagi mahasiswa untuk melakukan apresiasi terhadap alternatif sistem ekonomi lain di luar ekonomi konvensional yang sudah ada.
2. Pasar dan Lembaga Keuangan Syariah (Semester Gasal) : 2 SKS
MK Prasyarat: -
Mata kuliah ini akan mendiskusikan institusi dan instrument pasar finansial Islam. Disini akan dibahas berbagai institusi finansial Islam yang berperan sebagai intermediasi dan fasilitator: bank komersial, bank investasi, bank pembangunan, asuransi dan reasuransi, mutual funds, unit trust, dan venture funds. Disini juga akan dibahas instrument utama keuangan Islam: debt-based dan equity-based. Akan dibahas pula kerangka institusional untuk pasar uang Islami, pasar saham, pasar derivatif seperti options dan futures, serta pasar valas.
3. Ekonomi Moneter Islam (Semester Genap) : 2 SKS
MK Prasyarat: Ekonomi Syariah
Mata kuliah ini akan mendiskusikan fungsi dan peranan kebijakan moneter dalam perekonomian Islami. Disini akan dibahas bagaimana bank sentral menjalankan manajemen moneter dengan instrument moneter syariah dalam rangka mencapai stabilitas makroekonomi dan tujuan pembangunan lainnya. Selain itu akan dibahas pula rasionalisasi pelarangan riba, fungsi dan peranan uang dalam Islam, pandangan Islam tentang inflasi, serta sistem dinar Islam. Pada mata kuliah ini akan dibahas pula transaksi pemerintah dan transaksi internasional yang sesuai dengan kaidah-kaidah Islam.
4. Akuntansi Syariah (Semester Genap) : 3 SKS
MK Prasyarat: Pengantar Akuntansi 1 dan Pengantar Akuntansi 2
Mata ajaran ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang akuntansi yang berdasarkan pada syari’ah. Hal ini menyangkut sejarah akuntansi dalam perspektif Islam, kerangka konseptualnya dan perlakuan akuntansi pembiayaan yang berdasarkan pada syari’ah seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, salam, istisna, ijarah dan perhitungan zakat. Isu kontemporer yang terkait dengan perkembangan lembaga keuangan syari’ah juga dibahas. Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mempunyai pola pikir yang berbeda dengan akuntansi konvensional.
5. Manajemen Keuangan Syariah (Semester Genap) : 2 SKS
MK Prasyarat: Manajemen Keuangan
Mata kuliah ini akan mendiskusikan teori, konsep, dan model manajemen keuangan yang sesuai syariah Islam dan yang tidak tidak sesuai dengan syariah Islam. Dengan demikian, fokus dari mata kuliah ini adalah membahas ketentuan syariah dalam aplikasi keuangan korporasi. Mata kuliah ini akan membahas teori, konsep, dan alat analisis keuangan perusahaan yang sesuai syariah Islam. Disini akan dibahas antara lain instrument keuangan Islam dan aspek fiqh-nya, capital budgeting analysis, financial and capital structure analysis, dan keputusan keuangan perusahaan lainnya.
6. Manajemen Perbankan Syariah (Semester Gasal) : 3 SKS
MK Prasyarat: Pasar dan Lembaga Keuangan Syariah
Mata kuliah ini bertujuan memberi gambaran menyeluruh tentang prinsip-prinsip, nilai dasar, dan aspek-aspek operasional dari perbankan syariah. Disini akan dibahas aspek fiqh dalam perbankan syariah, kontrak-kontrak dalam perbankan syariah, serta produk dan jasa perbankan syariah. Pada mata kuliah ini juga akan dibahas secara lebih mendalam produk-produk pendanaan perbankan syariah seperti giro syariah, tabungan syariah, dan deposito syariah, serta produk-produk pembiayaan perbankan syariah seperti mudharabah, murabahah, istishna, ijarah, dan ijarah muntahia bit tamlik. Selain itu akan dibahas pula topik-topik terkini dalam perbankan syariah seperti manajemen resiko, regulasi dan pengawasan, serta corporate governance.

Pusat Ekonomi & Bisnis Syariah (PEBS) FEUI
Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) FEUI adalah institusi independen untuk penelitian, konsultasi dan pelatihan yang berorientasi pada analisa ilmu dan kebijakan pada berbagai isu ekonomi dan bisnis syariah yang dipandang penting dan relevan di Indonesia.
PEBS FEUI dibentuk melalui Surat keputusan Dekan FEUI Nomor: KPTS/345/D/2006 tentang Pembentukan Pusat Ekonomi & Bisnis Syariah, sekaligus Pengangkatan Mustafa Edwin Nasution sebagai Ketua Pusat Ekonomi & Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi UI, tertanggal 23 Juni 2006. Sekretariat PEBS FEUI direncanakan akan menempati ruang di Lantai Dasar Gd. Perpustakaan FEUI Depok.
PEBS-FEUI memiliki visi dan misi sebagai berikut:
Visi
Menjadi center of excellence untuk pusat kajian ekonomi dan bisnis syariah di Indonesia sesuai dengan kebutuhan dunia akademik, industri dan masyarakat.
Misi
- Memberi dukungan akademik bagi pengembangan perkuliahan formal “Ekonomi & Bisnis Syariah” di lingkungan FEUI.
- Melakukan kegiatan penelitian, pelatihan, dan publikasi di bidang ekonomi dan bisnis syariah.
- Terlibat aktif dalam wacana dan agenda pengembangan ekonomi dan bisnis syariah baik di tingkat nasional maupun internasional.

KRONOLOGIS PERISTIWA

1. Berawal dari diskusi-diskusi panjang sejak 2004 antara Mustafa Edwin Nasution, Karyaman Muchtar, dan Yusuf Wibisono, akhirnya tercetus usulan untuk mengembangkan Ekonomi dan Bisnis Syariah secara serius dan komprehensif di FEUI. Usulan ini kemudian dibawa oleh Mustafa Edwin Nasution dan Yusuf Wibisono ke Dekan FEUI terpilih periode 2005-2009, Bambang P.S. Brodjonegoro, dan mendapat respon sangat positif. Usulan tersebut kemudian dibakukan dan diformalkan menjadi sebuah dokumen berjudul ““Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Syariah FEUI” tertanggal 24 Juni 2005, dan diserahkan ke Dekan FEUI pada tanggal 1 Juli 2005.
2. Merespon dokumen ““Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Syariah FEUI”, Dekan FEUI kemudian mengeluarkan Surat Keputusan Dekan FEUI No. KPTS/094/D/2005 tentang Pembentukan Tim “Kajian Pelaksanaan Kuliah Ekonomi dan Bank Syariah pada Program Sarjana FEUI” tertanggal 11 Juli 2005, dengan anggota tim adalah Mustafa Edwin Nasution, Yusuf Wibisono, Sri Nurhayati, dan Iggie H. Achsien. Namun dalam praktek-nya, yang banyak terlibat dalam Tim justru dosen dan asisten dosen FEUI lainnya yang tidak tercantum dalam SK Dekan. Dari Tim Kajian inilah lahir dua dokumen awal yaitu: (i) Draft Usulan Pembukaan Program Studi “Bisnis Syariah” FEUI; dan (ii) Draft Usulan Pembentukan Lembaga “Shari’ah Economics Center” FEUI. Dua dokumen ini kemudian diserahkan ke Dekan FEUI pada tanggal 26 September 2005 sebagai laporan kerja Tim Kajian.
3. Menindaklanjuti laporan Tim Kerja, Dekan FEUI kemudian mengadakan rapat pada 11 Oktober 2005 di Gd. Dekanat FEUI Depok. Pada rapat yang dihadiri seluruh pimpinan dekanat, pimpinan departemen-departemen, dan tim kajian, disepakati bahwa FEUI akan membuka konsentrasi inter-departemen "ekonomi dan bisnis syariah" pada tahun ajaran baru 2006/2007. Lebih dari itu, dalam rapat juga menyepakati bahwa FEUI akan mendirikan sebuah lembaga baru yaitu "Shari'ah Economics Center FEUI". Lembaga ini selain menaungi konsentrasi inter-departemen "ekonomi dan bisnis syariah", juga akan menjadi garda terdepan FEUI untuk pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.
4. Menindaklanjuti hasil Rapat tanggal 11 Oktober 2005 antara Pimpinan FEUI, Ketua Departemen-Departemen, dan Tim Kajian, maka Mustafa Edwin Nasution dan Yusuf Wibisono melakukan kajian kembali dan menghasilkan dua dokumen yang merupakan amanat Rapat 11 Oktober 2005, yaitu: (i) Usulan Kurikulum dan Staf Pengajar untuk Konsentrasi Inter-Departemen “Ekonomi dan Bisnis Syariah” FEUI; dan (ii) Rencana Kerja dan Kebutuhan Anggaran untuk pembentukan dan operasional tahun pertama Shari’ah Economics Center FEUI. Dua dokumen ini kemudian diserahkan pada Dekan FEUI pada tanggal 20 Oktober 2005.
5. Menindaklanjuti laporan kerja Mustafa Edwin Nasution dan Yusuf Wibisono, Dekan FEUI kembali mengadakan rapat pada 17 November 2005 yang dihadiri pimpinan dekanat dan pimpinan departemen-departemen. Dalam rapat ini disepakati bahwa FEUI memerlukan kajian yang lebih mendalam untuk rencana implementasi pembukaan Konsentrasi Inter-Departemen “Ekonomi dan Bisnis Syariah” dan pendirian “Pusat Kajian Ekonomi dan Bisnis Syariah” terutama terkait dengan rencana bisnis lembaga.
6. Menindaklanjuti hasil rapat 17 November 2005, Dekan FEUI mengeluarkan dua surat keputusan yaitu: (i) Surat Keputusan Dekan FEUI No. KPTS/265A/D/2005 tentang Pembentukan Tim Kerja Pembukaan Konsentrasi Interdepartemen “Ekonomi dan Bisnis Syariah” pada Program Sarjana FEUI tertanggal 30 Desember 2005, dengan anggota Mustafa Edwin Nasution, Yusuf Wibisono, Ledi Trialdi, Shalahudin Haikal, dan Sri Nurhayati; dan (ii) Surat Keputusan Dekan FEUI No. KPTS/265B/D/2005 tentang Pembentukan Tim Kerja Pembukaan Pusat Kajian Ekonomi dan Bisnis Syariah di FEUI tertanggal 30 Desember 2005, dengan anggota Mustafa Edwin Nasution, Yusuf Wibisono, Zuliani Dalimunthe, Banu M. Haidhir, dan Miranti Kartika Dewi.
7. Tim Kerja menyerahkan laporan ke Dekan FEUI pada tanggal 3 April 2006, yang terdiri dari dua dokumen yaitu: (i) Laporan Akhir Tim Kerja Pembukaan Konsentrasi Interdepartemen “Ekonomi dan Bisnis Syariah” pada Program Sarjana FEUI; dan (ii) Laporan Akhir Tim Kerja Pembukaan “Pusat Kajian Ekonomi dan Bisnis Syariah” di FEUI.
8. Merespon laporan Tim Kerja, Dekan FEUI mengadakan rapat pada 21 April 2006 di Gd. Pasca Sarjana FEUI Salemba yang dihadiri seluruh pimpinan dekanat dan pimpinan departemen-departemen. Pada rapat ini laporan Tim Kerja diterima namun diminta perbaikan. Amanat rapat antara lain meminta Tim Kerja membahas secara detil kurikulum dan rencana teknis untuk pembukaan konsentrasi interdepartemen “ekonomi dan bisnis syariah” pada program sarjana FEUI dengan pihak departemen, untuk kemudian diselaraskan dengan perubahan kurikulum terkini yang juga sedang dijalankan di semua departemen. Selain itu, rencana bisnis “Pusat Kajian Ekonomi dan Bisnis Syariah” juga diminta lebih detail.
9. Pada pertemuan informal pasca rapat 21 April 2006 antara Dekan FEUI, Wadek II FEUI, Mustafa Edwin Nasution, dan Yusuf Wibisono, disepakati bahwa FEUI akan mengundang Bank Muamalat untuk membuka kantor cabang di kampus FEUI Depok. Tugas ini diserahkan pada “Pusat Kajian Ekonomi dan Bisnis Syariah” yang akan segera dibentuk.
10. Pusat Ekonomi & Bisnis Syariah (PEBS) FEUI resmi berdiri berdasarkan Surat Keputusan Dekan FEUI Nomor: KPTS/345/D/2006 tertanggal 23 Juni 2006, dengan Mustafa Edwin Nasution sebagai Kepala Lembaga yang pertama.
11. Dalam pertemuan 8 Agustus 2006 di Kantor Pusat Bank Muamalat yang dihadiri A. Riawan Amin (Dirut Bank Muamalat), U. Saefudin Nur (Direktur Bank Muamalat), Mustafa Edwin Nasution, dan Yusuf Wibisono, tercapai kesepakatan bahwa Bank Muamalat akan membuka kantor kas di FEUI yang juga sekaligus akan berfungsi sebagai lab bank syariah dimana operasional bank seluruhnya dikerjakan oleh mahasiswa. Kantor kas Bank Muamalat di FEUI ini direncanakan akan dibuka pada bulan September 2006, bertepatan dengan Ulang Tahun FEUI ke-56.

Labels:


Selengkapnya...

Wednesday, August 02, 2006

Suku Bunga Dan Stagnasi Ekonomi ...

Kondisi perekonomian Indonesia semakin muram. Pertumbuhan ekonomi semakin menurun dari 7,1% pada kuartal IV 2004 saat pemerintahan baru dilantik, menjadi 4,6% pada kuartal I 2006. Target pertumbuhan ekonomi 2006 sebesar 5,9% diyakini sulit tercapai. Sektor riil masih berjalan tertatih-tatih di tengah prestasi stabilitas makroekonomi. Ketika ekspor bulan Mei 2006 mencatat rekor tertinggi sepanjang Republik ini berdiri yaitu US$ 8,34 milyar, surplus perdagangan mencatat surplus US$ 3 milyar pada triwulan II 2006, dan nilai tukar semakin stabil dan menguat, sektor riil justru dalam kondisi yang semakin terpuruk.
Kondisi sektor riil yang terutama diwakili oleh industri manufaktur kini sudah dalam tahap merisaukan. Anjloknya penjualan, tipisnya likuiditas, rendahnya kucuran kredit, lambatnya restitusi pajak, dan maraknya penyelundupan, membuat industri nasional harus menanggung beban yang sangat berat. Penurunan kinerja emiten-emiten industri manufaktur di BEJ pada semester I 2006 menjadi bukti nyata bahwa terpuruknya sektor riil nasional bukan lagi sekedar wacana belaka.
Ironisnya, di saat sektor riil tertimpa beban luar biasa berat, sektor moneter ternyata tidak merasakan hal yang sama dan justru terus tumbuh. Industri perbankan secara konsisten terus meningkat laba-nya dari Rp 1,5 triliun pada Januari 2006 menjadi Rp 15,8 triliun pada Mei 2006. Pada waktu yang sama, aset perbankan nasional bertambah Rp 49,3 triliun. IHSG juga booming dan sempat menyentuh level 1.500 pada awal Mei 2006 lalu. Sektor finansial seolah berada di awan, tidak terpengaruh sama sekali oleh kondisi sektor riil. Fenomena decoupling begitu jelas terlihat di depan mata.

Jebakan Suku Bunga
Kontradiksi sektor riil-moneter diatas bersumber dari kebijakan suku bunga tinggi yang kini diterapkan oleh BI. Kebijakan suku bunga tinggi diyakini pembuat kebijakan akan membuat tekanan inflasi mereda melalui dampaknya pada kontraksi uang beredar. Namun, tingginya BI rate, yang sejak diperkenalkan pertama kali pada 5 Juli 2005 telah mengalami lima kali kenaikan, membuat sektor riil lesu, perusahaan mengalami kebangkrutan, produksi terhenti, dan pengangguran meledak.
Ironisnya, tingginya BI rate justru membuat sektor finansial tetap terus menikmati keuntungan berlimpah tanpa kerja sama sekali. Per Mei 2006, dana perbankan yang “menganggur” tidak disalurkan ke sektor riil mencapai Rp 393 triliun, yang kemudian “ditanam” kembali di sektor finansial yaitu di SBI, SUN, dan instrumen lainnya. Sebagai misal, antara Januari hingga Mei 2006, penempatan dana perbankan di SBI melonjak dari Rp 79,1 triliun menjadi Rp 142,4 triliun.
Begitu menariknya BI Rate yang kini berada di level 12,25% bahkan juga telah mendorong BPD-BPD yang memegang dana pemerintah daerah untuk ikut bermain di SBI. Per Maret 2006, kepemilikan BPD di SBI mencapai Rp 70 triliun.
Dampak dari semua hal diatas adalah mengerikan. Di saat sektor finansial dengan konsep bunga berbunga terus menuntut imbalan yang semakin meningkat menuju tak terbatas, sektor riil justru mengalami kemunduran menuju titik nadir. Biaya operasi moneter menjadi sangat signifikan dan terus meningkat seiring dengan kenaikan suku bunga. Biaya pengendalian moneter pada 2005 adalah Rp 18 triliun dan diperkirakan meningkat menjadi Rp 20 triliun pada tahun 2006 ini. Dengan demikian, jumlah uang beredar justru semakin tinggi, yang kemudian ditransmisikan pada kenaikan harga aset, inflasi semakin melambung, dan terciptalah buble economy. Ketika gap antara sektor riil dan moneter semakin membesar, pada titik tertentu dipastikan akan meledak dan berakhir dengan krisis ekonomi. Kebijakan suku bunga tinggi yang semula ditujukan untuk menekan inflasi, justru pada kenyataannya membuat jumlah uang beredar bertambah semakin cepat tanpa diikuti dengan pertambahan output di sektor riil.
Tingginya suku bunga juga ditengarai merupakan salah satu strategi BI untuk menarik modal asing sehingga nilai tukar menjadi nampak stabil dan bahkan mampu menguat. Dengan BI Rate bertengger diatas 12% dan ekspektasi inflasi 8%, Indonesia menawarkan suku bunga riil lebih dari 4%, salah satu yang tertinggi di dunia. Amerika Serikat saja yang sejak Juni 2004 telah 17 kali menaikkan the fed fund rate yang kini bertengger di 5,25%, hanya mampu menawarkan suku bunga riil tidak lebih dari 1,75%. Tidak heran bila modal-modal asing menabrak SBI dan SUN dalam jumlah signifikan yang membuat nilai tukar Rupiah menguat dan neraca pembayaran mengalami surplus. Prestasi makroekonomi yang menyedihkan.

Menuju Free-Interest Economy
Bunga adalah akar dari semua krisis finansial yang dialami perekonomian modern. Penerapan bunga membuat output di sektor riil “dipaksa” tumbuh sesuai dengan tingkat yang diinginkan sektor finansial. Dengan demikian, penerapan bunga secara sistemik akan membuat upaya-upaya mendapatkan laba jangka pendek semakin marak sehingga mendorong eksploitasi sumber daya manusia dan alam secara berlebihan yang sering berujung pada krisis sosial dan ekologi.
Di dalam dunia modern, dampak bunga terhadap perekonomian dan lingkungan menjadi semakin mengkhawatirkan. Ketika sistem bunga dikombinasikan dengan reserve fractional banking, maka efek inflasioner bunga bertemu dengan kemampuan sektor perbankan untuk menciptakan uang. Dampaknya adalah pertumbuhan uang beredar yang masif dan semakin cepat menuju tak terbatas. Dalam jangka panjang, perekonomian dengan sistem bunga dan fractional reserve banking akan selalu menemui masalah pertumbuhan uang beredar secara berlebihan walau telah dilakukan berbagai upaya pengendalian.
Sistem keuangan modern juga sangat labil karena secara sistemik memfasilitasi kegiatan spekulasi. Pasar uang telah menjadi arena perjudian legal terbesar di dunia. Sejak runtuhnya sistem Bretton Woods pada 1973, gap antara perdagangan uang dan perdagangan barang semakin melebar dengan kecepatan yang semakin tinggi. Menurut BIS, pada April 2004, rata-rata volume transaksi harian valas mencapai US$ 1,9 triliun, yang terdiri dari transaksi spot US$ 0,6 triliun dan transaksi derivatif US$ 1,3 triliun.
Untuk menghindarkan perekonomian dari instabilitas, kita membutuhkan reformasi total dalan sistem keuangan modern yang bermuara pada penghapusan sistem bunga, fractional reserve banking, dan kegiatan spekulasi di pasar uang.
Dalam konteks inilah, menjadi penting bagi pemerintah dan otoritas moneter untuk selalu mengarahkan kegiatan sektor keuangan sebagai pendukung sektor riil. Sektor riil-lah yang menentukan imbal hasil di pasar keuangan, bukan sebaliknya. Disinilah sistem keuangan Islam yang selalu terkait dengan sektor riil, tampil tidak hanya sebagai alternatif sistem konvensional yang menjanjikan namun juga menjadi model solutif masalah perekonomian bangsa.
Perbankan syariah di Indonesia telah terbukti tangguh terhadap krisis, menjalankan fungsi intermediasi dengan sangat baik, tidak membebani perekonomian dengan biaya operasi moneter yang tinggi, dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan sehingga memiliki dampak besar pada pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.
Pengendalian moneter juga sudah saat-nya semakin diarahkan pada kebijakan moneter berbasis syariah. Selain SWBI, otoritas moneter dituntut untuk mampu menciptakan instrument pengendalian moneter lain yang tidak mengandung unsur bunga dan memenuhi kaidah-kaidah syariah. Mencontoh pengalaman negara lain seperti Sudan, Malaysia, dan Bahrain, bank sentral dapat menggunakan instrument pengendalian moneter dengan underlying pada transaksi-transaksi syariah antara lain transaksi dengan prinsip wadiah, musyarakah, mudharabah, rahn, atau ijarah.

Republika, 2 Agustus 2006
"Suku Bunga dan Stagnasi Ekonomi"

Labels: ,


Selengkapnya...