Tuesday, July 14, 2009

Koperasi dan Keuangan Mikro Syariah ...

Yusuf Wibisono
Wakil Kepala PEBS FEUI

Tepat pada 12 Juli 2009, gerakan koperasi di Indonesia genap berusia 62 tahun. Perkembangan koperasi hingga kini masih memprihatinkan. Sebagian besar koperasi kini berstatus tidak aktif, beroperasi hanya ketika ada program bantuan pemerintah. Dan lebih sedikit lagi koperasi yang memiliki manajemen kelembagaan yang baik, partisipasi anggota yang optimal, usaha yang fokus, terlebih lagi skala usaha yang besar. Sebagai pilar terpenting ekonomi bangsa yang diamanatkan langsung dalam konstitusi, secara ironis sokoguru perekonomian ini justru jauh tertinggal dari badan usaha swasta dan perusahaan negara.
Koperasi adalah lembaga usaha self-help, yaitu kumpulan orang-orang yang menolong diri-nya sendiri secara bersama-sama. Koperasi diharapkan menjadi sokoguru perekonomian yang menopang perekonomian bangsa dengan memberdayakan kekuatan bangsa sendiri (self-empowering) dan melibatkan partisipasi masyarakat seluas-luasnya dalam usaha ekonomi produktif. Dengan kata lain, koperasi adalah strategi sekaligus instrument untuk mencapai demokrasi ekonomi; yaitu bahwa pembangunan ekonomi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Peran penting koperasi dalam mendorong pemberdayaan, pemerataan dan demokrasi ekonomi ini, telah dibuktikan di berbagai negara di seluruh dunia. Koperasi berkembang dan menjadi salah satu kekuatan penting dalam perekonomian nasional di banyak negara. Bahkan di negara-negara yang selama ini kita kenal sangat liberal dan kapitalis, koperasi tumbuh subur dan berkembang pesat.
Dari pemahaman terhadap konsep dasar koperasi inilah kita dapat secara cepat memahami mengapa pengembangan koperasi di Indonesia mengalami kegagalan. Selama ini koperasi lebih banyak dijadikan alat kebijakan pemerintah, bukan sebagai alat “menolong diri sendiri”. Koperasi menjadi lembaga top-down mulai dari inisiatif pendirian sampai pengelolaan, koperasi sangat bergantung pada aparat pemerintah. Dengan intervensi yang kuat dari pemerintah terutama di sisi permodalan, koperasi juga kemudian menjadi bersifat capital-centered, bukan lagi people-centered. Lebih celaka-nya lagi, banyak koperasi yang kemudian menjadi sangat bergantung pada permodalan dan bantuan dari pemerintah dan segera hilang aktivitas-nya ketika bantuan terhenti. Koperasi telah kehilangan jati diri-nya yang bottom-up, self-help dan self-empowering.

Keuangan Mikro Syariah
Di tengah kekalutan dunia perkoperasian Indonesia, kini muncul koperasi syariah. Sejak kemunculan pertama-nya pada akhir dekade 1990-an, koperasi syariah mengalami pertumbuhan yang signifikan dan telah merambah ke seluruh kabupaten di tanah air baik dalam bentuk koperasi pondok pesantren (kopontren), koperasi masjid, koperasi perkantoran, hingga koperasi pasar (kopas).
Dengan konsep dasar yang dikandungnya yang sangat selaras dengan budaya dan nilai-nilai Islam, koperasi sebenarnya sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu bentuk badan usaha syariah yang sesungguhnya. Dalam perspektif Islam, koperasi yang menjunjung asas kebersamaan dan kekeluargaan, dapat dipandang sebagai bentuk syirkah ta’awunniyah untuk bekerjasama dan tolong-menolong dalam kebaikan. Ketika operasional koperasi berjalan dalam bingkai syariah Islam, seperti tidak berhubungan dengan aktivitas barang haram, riba, dan perusakan lingkungan, maka lengkaplah keselarasan koperasi dengan nilai-nilai Islam.
Di Indonesia, koperasi syariah banyak tumbuh sebagai lembaga pembiayaan mikro dalam bentuk Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS). Sebagai keuangan mikro, koperasi syariah mampu menjalankan fungsi intermediasi finansial secara baik dan efisien ke usaha mikro dan kecil serta berada di lokasi-lokasi yang selama ini sulit dijangkau oleh perbankan.
Salah satu kelebihan terbesar dari bentuk usaha koperasi bagi keuangan mikro adalah bahwa koperasi syariah tidak hanya sekedar menjalankan fungsi intermediasi finansial, melainkan juga intermediasi sosial. Koperasi tidak hanya sekedar lembaga ekonomi, namun juga lembaga pendidikan demokrasi sehingga koperasi akan mampu membangun mutual-trust yang merupakan kunci bagi sebuah bangsa untuk membangun organisasi skala besar yang kuat. Dengan terbentuknya high-trust society, maka dalam jangka panjang, agenda-agenda transformasi ekonomi dan sosial bangsa akan berjalan lebih mulus.

Arah Ke Depan
Ke depan, harus ada perubahan kebijakan yang drastis. Kebijakan koperasi selama ini lebih banyak didorong oleh pertimbangan politis yang seringkali mereduksi rasionalitas ekonomi. Kebijakan koperasi sering mengalami kegagalan karena cenderung lebih dimotivasi oleh kepentingan politik daripada kepentingan pasar, dan karenanya lebih mencerminkan tujuan politik daripada kebutuhan bisnis. Selain tidak efektif bagi pembangunan ekonomi jangka panjang, kebijakan seperti ini juga sering menciptakan distorsi ekonomi jangka pendek.
Sebagai misal, pada akhir 1990-an, inisiatif untuk meningkatkan kucuran kredit ke koperasi-koperasi telah meningkatkan deposito bank-bank koperasi secara sangat cepat. Koperasi-koperasi yang meminjam kredit pada suku bunga yang disubsidi yang berkisar pada 16-18 persen, dapat dengan segera mendepositokan pinjaman tersebut pada suku bunga 30 persen. Sebagai hasilnya, kredit ke koperasi meningkat tajam tanpa ada kenaikan dalam aktivitas ekonomi riil.
Ke depan, intervensi kebijakan pemerintah sebaiknya lebih berorientasi pada intervensi yang berbasis mekanisme pasar. Hal ini akan mendorong efisiensi yang lebih tinggi dan menjamin keberlangsungan intervensi pemerintah itu sendiri dalam jangka panjang.
Dalam kaitan ini, pemerintah bisa berperan banyak dengan penguatan kelembagaan koperasi, bukan dengan kebijakan yang memanjakan. Pemerintah dapat memberi pelatihan dan penyuluhan kepada pengurus dan anggota koperasi, asistensi pemasaran, dan bantuan teknologi. Terkait pengembangan KJKS dan UJKS, pemerintah dapat berperan banyak dengan menciptakan iklim yang kondusif untuk tumbuh kembangnya jasa keuangan dan non-keuangan mikro yang fleksibel dan sehat. Pemerintah harus memberi kepastian hukum dengan menyediakan perangkat regulasi yang jelas dan memadai seperti menyelesaikan UU Lembaga Keuangan Mikro dan merevisi UU Koperasi.
Pemerintah juga harus mengintegrasikan kebijakan koperasi dengan kebijakan pembangunan lainnya. Kebijakan koperasi harus terkait dengan kebijakan pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja. Sehingga berbagai program pembangunan semestinya dapat melibatkan koperasi seperti program dana bergulir, kredit usaha tani, jaring pengaman sosial, pembangunan pedesaan dan pesisir dan lain-lain.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home