Monday, July 23, 2007

Zakat dan Lapangan Kerja ...

Terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang signifikan, pengangguran masih menjadi salah satu masalah terbesar dalam perekonomian nasional. Presiden SBY dalam pidato awal tahun 2007 secara jujur mengakui bahwa pengangguran adalah salah satu dari tiga masalah mendasar bangsa ini selain kemiskinan dan besarnya utang pemerintah (Republika, 1/2/2007).

Masalah pengangguran adalah salah satu potret paling kelabu dalam proses pemulihan ekonomi nasional pascakrisis 1997. Seiring pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, jumlah pengangguran tidak pernah berkurang, bahkan ikut meningkat. Sepanjang 2001-2006, ketika pertumbuhan ekonomi menguat dari 3,8 persen menjadi 5,5 persen, pada saat yang sama pengangguran bertambah 620 ribu orang setiap tahun.

Hal ini secara jelas menyiratkan lemahnya kualitas pertumbuhan ekonomi dalam menciptakan lapangan kerja. Pertumbuhan yang tidak ramah lapangan kerja ini merupakan hasil dari kombinasi pertumbuhan tinggi di sektor padat modal dan gelembung di sektor finansial (bubble economy). Selain berimplikasi pada masalah pengangguran dan kemiskinan, fenomena ini juga sekaligus berimplikasi pada semakin lebarnya kesenjangan struktural di mana sebagian besar penduduk tidak mampu mengambil manfaat dari pertumbuhan yang tinggi.

Perspektif Islam
Islam memberi perhatian besar pada masalah bekerja. Bekerja pada dasarnya adalah kewajiban setiap individu di mana Allah, Rasul, dan masyarakat secara langsung akan menilai hasil kerja-nya itu (QS 9: 105). Bekerja juga dipandang Islam sebagai salah satu bentuk manifestasi rasa syukur kepada Allah SWT (QS 34:13). Dikaitkan dengan kehidupan manusia di Bumi, bekerja adalah kewajiban setiap individu untuk mencari nafkah (QS 67:15).

Dengan adanya jaminan rizki dan kewajiban bekerja, maka dalam perspektif Islam, pengangguran dan masalah ketenagakerjaan lainnya sepenuhnya disebabkan oleh masalah-masalah struktural. Pertama, pengangguran timbul karena kurangnya ilmu yang dimiliki manusia. Kedua, pengangguran timbul karena kelemahan fisik. Ketiga, pengangguran juga dapat timbul karena kelemahan moral. Keempat, pengangguran timbul karena ketiadaan faktor produksi pendukung untuk bekerja. Kelima, pengangguran timbul karena penerapan riba. Keenam, pengangguran timbul karena gejolak eksternal seperti bencana alam yang membuat penduduk kehilangan mata pencaharian atau peperangan.

Di banyak negara berkembang, masalah perekonomian adalah surplus tenaga kerja yang besar di sektor tradisional dengan upah pada tingkat minimum-subsisten. Pembangunan kemudian ditujukan pada penciptaan lapangan kerja yang luas di sektor modern untuk menyerap surplus tenaga kerja tersebut. Penciptaan lapangan kerja di sektor modern ini membutuhkan akumulasi modal yang besar, yang pada gilirannya membutuhkan mobilisasi tabungan dan sumber daya finansial lainnya. Kebutuhan terhadap akumulasi modal inilah yang kemudian memunculkan ketergantungan perekonomian terhadap para pemilik modal. Namun sebaliknya, kelas buruh seringkali terabaikan dan termarjinalkan.

Fokus dari strategi konvensional adalah ekspansi lapangan kerja pada tingkat yang semakin cepat untuk menyerap habis surplus tenaga kerja. Namun strategi ini terbukti gagal di banyak negara berkembang. Strategi ini mengalami kegagalan karena hanya berfokus pada penciptaan lapangan kerja dengan upah tetap di sektor modern-formal. Padahal, lapangan kerja dapat pula diciptakan melalui penciptaan peluang wirausaha. Strategi konvensional cenderung mengabaikan cara kedua ini.

Peran zakat
Aturan dan kerangka institusional dalam perekonomian Islam secara jelas mendorong penciptaan lapangan kerja baik melalui penciptaan pekerjaan dengan upah tetap maupun dengan menumbuhkan wirausahawan. Dan salah satu kerangka institusional terpenting dalam Islam untuk penciptaan lapangan kerja adalah zakat. Secara umum, strategi Islam untuk penciptaan lapangan kerja meliputi hal-hal berikut.

Pertama, larangan menganggur dan menyia-nyiakan sumber daya ekonomi baik sumber daya manusia, modal, maupun alam. Bekerja dalam Islam adalah sangat mulia dan memiliki kedudukan yang tinggi. Sumber daya ekonomi juga tidak boleh ditimbun dan disia-siakan. Islam mengecam keras mereka yang menyia-nyiakan kekayaan pertanian dan peternakan (QS 6: 138; QS 10: 59).

Kedua, larangan bagi sumber daya modal finansial untuk menerima sewa berupa bunga dan mengarahkannya pada kegiatan bisnis-wirausaha. Modal finansial dilarang disewakan dan tidak boleh menuntut klaim sewa (bunga). Pilihan untuk menyimpan uang dan membiarkannya menganggur, sulit dilakukan dalam sistem Islam karena akan terkena penalti berupa pembayaran zakat sehingga akan berkurang setiap tahunnya. Satu-satunya cara bagi uang agar tidak berkurang dan memperoleh hasil agar berkembang adalah dengan cara terlibat dalam kegiatan wirausaha dengan bersedia menanggung risiko usaha untuk memperoleh laba.

Ketiga, eksistensi institusi kemitraan. Islam mendorong entrepreneurial resources untuk membentuk kerja sama bisnis seperti melalui mudharabah, musyarakah, dan muzara'ah. Laba usaha dibagi menurut kesepakatan di muka, sedangkan kerugian hanya dapat dibagi berdasarkan rasio sumber daya finansial yang diinvestasikan.

Islam mendorong kemitraan melalui pelarangan riba dan penerapan zakat di mana financial resources dilarang menerima fixed rent dan mengenakan zakat terhadap financial resources yang menganggur. Fungsi utama kemitraan adalah mendistribusikan entrepreneurial risk sehingga semakin banyak potensi wirausaha yang terserap dan meningkatkan output perekonomian melalui spesialisasi.

Dalam sistem konvensional, semua faktor produksi disewakan, kemitraan tidak berkembang. Dalam perekonomian dengan risiko bisnis tinggi, semua faktor produksi akan lebih memilih menjadi hired resources daripada menjadi entrepreneur resources. Dengan demikian, kelompok buruh di negara berkembang akan selalu terperangkap dalam upah rendah dan kemiskinan.

Keempat, eksistensi institusi jaminan sosial. Islam memiliki institusi zakat yang merupakan sedekah wajib. Selain itu, Islam juga menganjurkan sedekah tidak wajib seperti wakaf dan infaq. Keberadaan institusi jaminan sosial ini akan menjamin setiap penduduk memperoleh tingkat kehidupan minimum. Dengan demikian, partisipasi dalam entrepreneurial resources akan meningkat. Kenaikan ini akan mendorong kemitraan untuk berkembang sehingga output meningkat, kemiskinan menurun, dan distribusi pendapatan membaik.

Lebih jauh lagi, penciptaan lapangan kerja dengan upah-tetap juga akan meningkat dalam perekonomian Islam. Hal ini terjadi karena akumulasi modal juga akan terjadi secara masif dalam perekonomian Islam.

Ikhtisar

- Penangguran menjadi persoalan sangat serius sejak terjadi krisis di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi saat ini juga diiringi pertumbuhan angka pengangguran.
- Pola konvensional selalu mengatasi pengangguran dengan membuat proyek penciptaan lapangan kerja, sambil melupakan upaya untuk menumbuhkan mental wirausaha.
- Zakat memiliki peran penting dalam Islam untuk mengurangi angka pengangguran.

Yusuf Wibisono
Anggota Dewan Pakar BAZNAS-Dompet Dhuafa

Republika, "Zakat dan Lapangan Kerja"
Jumat, 09 Februari 2007.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home