Wednesday, March 08, 2006

Freeport dan Ironi Negeri "Emas" ...

Krisis PT Freeport Indonesia (FI) mengguncang kesadaran setiap anak bangsa akan sebuah kezaliman luar biasa di tanah Papua. Krisis yang bermula dari bentrokan antara masyarakat sekitar dengan pihak keamanan PT FI, akhirnya meluas dan menjadi momentum sangat baik bagi kita sebagai bangsa untuk menegakkan kembali harga diri dan kehormatan yang selama lebih dari 30 tahun telah tergadai.
PT FI adalah lambang keangkuhan dan keserakahan kapitalisme global di negeri ini. Sejak resmi beroperasi pada 1971, PT FI telah meraup keuntungan luar biasa besar dengan setiap harinya memproduksi sedikitnya 1.800 ton tembaga dan 9.000 troy ounce emas diatas derita masyarakat dan kerusakan bumi Papua.
PT FI telah mengundang tragedi dan pelanggaran HAM berat terhadap masyarakat Papua khususnya suku Amungme dan enam suku lainnya di sekitar lokasi operasional PT FI di pegunungan tengah Papua melalui perampasan tanah adat, intimidasi dan kekerasan, pelemahan sendi-sendi ekonomi, dan pemberlakuan daerah operasi militer (DOM) selama kurun 1978-1998.
PT FI juga telah merusak alam Papua secara masif dan ekstensif. Gunung Gasberg lenyap dan berubah menjadi lubang raksasa sedalam ratusan meter. Ekosistem Lembah Cartenz dan Wanagon yang merupakan kawasan eksotik langka di dunia, telah hancur dan berubah menjadi tumpukan raksasa batuan limbah yang mengandung asam beracun. PT FI juga telah menghancurkan ekosistem tiga sungai utama di Mimika yaitu sungai Aghwagon, Otomona, dan Aijkwa, bahkan Laut Arafura juga telah tercemar.
Kerusakan yang dilakukan PT FI telah lama diungkap banyak pihak (lihat misalnya Republika, 1 dan 15 Maret 2000). Amien Rais bahkan telah mengungkap dosa-dosa PT FI ini untuk pertama kali-nya pada 1993, lebih dari satu dekade yang lalu. Dosa-dosa panjang PT FI ini terakhir diungkap kembali secara jelas oleh International Herald Tribune edisi 28-29 Desember 2005. Namun hingga kini tidak ada perubahan yang berarti dari perilaku PT FI.
Kasus PT FI adalah tragedi kemanusiaan yang harus mendapat perhatian dari seluruh komponen bangsa, termasuk ormas dan parpol Islam. Adalah ironis ketika begitu banyak dan sering komponen ummat berdemonstrasi di kedubes AS namun begitu sedikit yang memprotes PT FI.

Wajah Kelam Kapitalisme
Wajah PT FI adalah wajah tipikal dari korporasi produk kapitalisme. Wajah kelam institusi utama penopang kapitalisme ini secara lugas diungkap dalam The Corporation (2003), salah satu film dokumenter terbaik JiFFest 2005 (Kompas, 20 Desember 2005). Setelah menganalisis menggunakan buku petunjuk diagnosa gangguan mental (Diagnostic and Statistical of Mental Disorders/DSM-IV) yang diterbitkan American Psychiatric Association, film ini akhirnya menyimpulkan bahwa sifat-sifat dasar korporasi menunjukkan sifat-sifat dasar orang yang menderita gangguan psikopat.
Prinsip-prinsip kerja sebuah korporasi yang mengarah ke sebuah ”kepribadian” yang antisosial dan psikopat itu antara lain: egois, pengecut, amoral, tidak pernah merasa bersalah terhadap pihak lain, berbahaya bagi manusia yang menjadi pekerjanya, dan menghalalkan segala cara—termasuk menabrak norma-norma sosial dan aturan hukum—untuk mencapai tujuannya. Meski korporasi sering menampakkan niat dan itikad baik dalam bentuk corporate social responsibility, hal tersebut kosmetik saja karena korporasi hanya memiliki satu niat dan tujuan: keuntungan materi!
Wajah inilah yang kita lihat dari PT FI dan juga perusahaan-perusahaan tambang pada umumnya di Indonesia. Laba besar Freeport McMoran Gold and Copper –induk perusahaan PT FI- yang pada 2002 tercatat US$ 127,05 juta dan meroket pada 2005 menjadi US$ 934,6 juta, dicapai diatas kehancuran bumi Papua. Operasi pertambangan PT FI dilakukan secara terbuka (open pit) sehingga kerusakan yang terjadi sulit bahkan mustahil dapat dipulihkan (irreversible damage). Selain itu, PT FI melakukan pembuangan limbah secara langsung ke sungai, lembah, dan laut sehingga merusak lingkungan secara ekstensif.
Wilayah operasional PT FI berada di wilayah hutan dan wilayah hidup masyarakat adat dan lokal, namun eksistensi hak kelola dan hak kuasa masyarakat setempat tidak diakui sehingga seringkali berujung pada konflik dan kekerasan. Kehadiran militer dan aparat keamanan seringkali justru menambah eskalasi kekerasan karena PT FI membayar aparat dan militer untuk melindungi aktivitas mereka. Hak hidup dan hak budaya masyarakat lokal juga seringkali terpinggirkan.
Lebih jauh lagi, kehadiran PT FI juga telah menyulut berbagai masalah sosial dalam bentuk benturan budaya, prostitusi, kekerasan terhadap perempuan, dll. Sebagai misal, Papua adalah propinsi dengan jumlah pengidap HIV/AIDS tertinggi di Indonesia dimana sebagian besar kasus ditemui di Mimika –lokasi operasional PT FI.

Solusi Bermartabat
Krisis PT FI harus mendapat penyelesaian segera. Namun reaksi pemerintah cenderung lambat dan berhati-hati. Kekhawatiran bahwa kaji ulang terhadap kontrak karya (KK) akan berdampak negatif terhadap iklim investasi, menjadi alasan klasik. Bahkan sebelum muncul krisis PT FI ini, Indonesian Mining Association (IMA) telah memperingatkan bahwa buruknya iklim investasi pertambangan akan membuat Indonesia terancam kehilangan potensi investasi pertambangan senilai lebih dari US$ 4 milyar tahun 2006 ini dan bahkan potensi kehilangan ini akan meningkat hingga tiga kali lipat dalam 2-3 tahun ke depan jika tidak ada perbaikan iklim investasi karena perusahaan tambang yang telah lama beroperasi akan mengalihkan investasi-nya ke negeri lain (Business News, 16 Januari 2006).
Hengkangnya investasi dipastikan akan menambah kesulitan pemerintah berupa turunnya penerimaan pajak dan bertambahnya pengangguran. Hal ini pula yang direkomendasikan Bank Dunia, agar Indonesia memperhatikan keinginan investor tambang untuk mengejar target investasi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Menyikapi krisis PT FI ini, pemerintah tidak boleh bersikap lemah. Bahwa investasi adalah penting, tidak ada pihak manapun yang membantah. Namun diatas itu semua, ekses negatif operasi pertambangan terhadap masyarakat, lingkungan, dan negara harus diminimalisir.
Pemerintah tidak perlu terlalu khawatir bahwa investor pertambangan akan hengkang sebagaimana ancaman IMA karena potensi pertambangan Indonesia sangat baik sehingga akan selalu menarik bagi investasi. Indonesia adalah penghasil terbesar ke-dua di dunia untuk timah, ke-empat untuk tembaga, ke-lima untuk nikel, ke-tujuh untuk emas, dan ke-delapan untuk batu bara. Untuk alasan ini, PT FI mustahil meninggalkan Indonesia karena bumi Papua memiliki cadangan emas terbesar di dunia yaitu 2,16 juta kg dan cadangan tembaga terbesar ke tiga di dunia yaitu 22 juta ton.
Pemerintah wajib dan harus berani membela kepentingan rakyat Papua pada khususnya dan negara pada umumnya. Dalam perspektif Islam, pemerintah wajib memberi perlindungan bagi setiap individu dalam hal keimanan (dien), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl), dan kekayaan (maal). Maka kaji ulang KK PT FI menjadi sebuah keniscayaan.
Perubahan KK PT FI tidak semata soal pajak, royalti, dan dividen saja, tetapi juga harus mencakup semua aspek perlindungan terhadap 5 unsur pokok kehidupan diatas yang menjadi maqashid syariah antara lain kewajiban mengelola dan memelihara lingkungan hidup; perhitungan atas cadangan mineral, tanah, dan hutan yang seharusnya menjadi aset penduduk lokal; ketentuan penutupan lokasi tambang (mine closure); kewajiban pengadaan barang dari dalam negeri dan kerja sama dengan penduduk lokal; dan kewajiban terkait pencegahan masalah-masalah sosial.
Kaji ulang KK bukanlah hal tabu. Antara 1974-1984 pemerintah Indonesia dan PT FI telah berkali-kali melakukan amandemen terhadap KK, khususnya mengenai royalti dan kepemilikan saham yang tidak diatur dalam KK I 1967. Renegosiasi dilakukan kembali pada 1991 ketika PT FI menemukan cadangan emas di wilayah Grasberg (Siaran Pers JATAM, 2003). Jika secara yuridis telah ada preseden, berarti tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak melakukan perubahan KK. Atau ada “sesuatu” dibalik PT FI?

Republika, 8 Maret 2006
"Kaji Ulang KK Bukan Hal Tabu"

Labels: ,

2 Comments:

At Tuesday, March 14, 2006 2:44:00 PM, Anonymous Anonymous said...

Iya nih kok kayaknya negeri kita ini spt dijajah saja..tak berdaya menghadapi tekanan asing. Thx.

Regards,

Nurman I.

 
At Friday, March 17, 2006 3:24:00 PM, Anonymous Anonymous said...

gaji ekspatriat 10x lbh besar drpd tenaga lokal. padahal kemampuannya biasa2 aja.

di daerah tembagapura kemaren sore msh ada gunung, eh paginya udah jadi kubangan sedalam gdg 17 tkt. dikeruk ama freeport. dia dapet emasnya, kita cuma tailing-nya. itu pun msh dilarang.

punya sumur minyak n gas banyak tapi gak bisa nyedot.. rese tuh exxon.

kita emg msh jadi pribumi inlander..

 

Post a Comment

<< Home