Wednesday, October 17, 2012

Menggugat Rezim Baru Zakat Nasional ...

Yusuf Wibisono, SE., ME. - Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI)

Keterangan Ahli dari Pemohon disampaikan pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam sidang ke-4 perkara no. 86/PUU-X/2012 perihal pengujian UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terhadap UUD 1945

Jakarta, 17 Oktober 2012


...

50. KETUA: MOH. MAHFUD MD.
Baik, Bu Amelia. Kemudian Bapak Yusuf Wibisono. Dimohon
untuk tidak dibaca Pak ya, tapi disingkat gitu, kira-kira dalam 10 menit.
Silakan.

51. AHLI DARI PEMOHON: YUSUF WIBISONO

Baik, assalamualaikum wr. wb. Terima kasih, Majelis Hakim Yang
Mulia. Saya Yusuf Wibisono dari Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia akan menyampaikan kesaksian
terkait pengujian undang-undang Nomor 23 Tahun 2011.
Pertama, saya ingin menyampaikan bahwa LAZ (Lembaga Amil
Zakat) bentukan masyarakat sipil ini adalah pelopor dan sekaligus
merupakan tulang punggung (back bone) dari zakat nasional modern
Indonesia. Ini adalah fakta historis dalam tiga dekade terakhir
kebangkitan zakat nasional itu dipelopori oleh masyarakat sipil.
Yang kedua, saya ingin menyampaikan bahwa Undang-Undang
Zakat itu pertama kali lahir setelah era reformasi yang memungkinkan
masuknya inisiatif-inisiatif terkait dengan pelaksanaan syariah di
Indonesia itu dimulai tahun 1999 melalui Undang-Undang 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Jadi lahirnya Undang-Undang 23 Tahun 2011 ini seharusnya kita
harus lihat dalam konteks munculnya sejak awal, yaitu di Undang-
Undang Nomor 38. Di Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 pada
awalnya lahir ... merespon euforia reformasi. Waktu itu sebenarnya
MPR lebih mengutamakan Undang-Undang Haji. Tetapi kemudian pada
saat itu Kementerian Agama ikut ... mengikutsertakan Undang-Undang
Zakat dan pada akhirnya dibahaslah di sana.
Pada awalnya Undang-Undang Nomor 38 itu sendiri pun itu
peran LAZ cenderung dimarjinalkan. Namun di pembahasan di MPR di
situlah kemudian Undang-Undang ... di peran LAZ diakomodasi.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 secara umum positif,
berdampak positif terhadap pengelolaan zakat yang pada saat itu
didominasi oleh masyarakat sipil, yaitu LAZ, yaitu di Pasal 8, peran BAZ
bentukan pemerintah dan LAZ bentukan masyarakat sipil itu
mendapatkan posisi yang sejajar, setara, dalam Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999. Dan tata kelola zakat yang baik itu sudah diintroduce
(sudah diperkenalkan) di Undang-Undang Nomor 38 Tahun
1999. Jadi di sana ya, tata kelola yang baik tentang zakat itu sudah
diperkenalkan.
Kelemahan Undang-Undang Nomor 38 itu adalah undangundang
tersebut tidak mengamanatkan pembentukan regulator yang
akan mengeksekusi hal-hal yang sudah positif di dalam Undang-
Undang Nomor 38. Kelemahan utamanya itu di Undang-Undang Nomor
38. Jadi ketika Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 diamandemen
melalui Undang-Undang 23 Tahun 2011 ini, itu niatnya baik, positif.
Kami sebagai akademisi sangat mendukung amandemen Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 1999 ini. Namun, nanti akan saya jelaskan
ada beberapa hal yang kami pandang kurang tepat terkait dengan apa
yang terjadi di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 ini.
Poin ketiga yang ingin kami sampaikan terkait proses
amandemaen, Yang Mulia. Kami memandang proses amandemen
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 ini dalam tanda petik kami
sebut mungkin „cacat secara proses‟.
Pertama, Undang-Undang Nomor 38 ... amandemen Nomor 38
ini sudah dimulai dari ... di DPR pada periode 2004-2009 dan bahkan
terakhir di RUU Prioritas Tahun 2009 itu sudah masuk di RUU Prioritas,
tapi gagal diselesaikan. Sejak awal di ... proses amandemen selalu ada
dua draft yang secara umum bertolak belakang, yaitu draft RUU dari
masyarakat sipil dan RUU draft Pemerintah karena itu pembahasannya
alot, panjang, dan gagal diselesaikan oleh DPR 2004-2009. Dan
kemudian undang-undang ini di-takeover oleh DPR 2009-2011 ... eh ...
2009-2014 menjadi RUU Inisiatif DPR.
Di DPR, RUU yang di ... yang dibuat oleh DPR itu cenderung
mengakomodir masyarakat sipil. Itu selesai, itu di awal tahun 2010
awal Maret. Mungkin dari Pihak DPR bisa mengkonfirmasi. Kemudian
diajukan ke pemerintah untuk dimintakan DIM (Daftar Isian Masalah)
tetapi DIM dari pemerintah itu baru muncul itu di awal tahun 2011.
Namun ketika lihat DIM DPR ... DIM Pemerintah ... maaf, DIM
Pemerintah ini ternyata isinya jauh ... sangat berbeda sekali dengan
draft dari DPR. Bisa dikatakan itu bukan DIM sebenarnya, tapi draft
tandingan karena kalau DIM pada umumnya mengomentari atau
memperbaiki draft yang sudah ada, jadi sangat bertolak belakang.
Dua draft yang bertolak belakang inilah yang kemudian dibahas
di DPR di pertengahan 2011. Jadi di masa sidang keempat, kalau saya
tidak salah, di pertengahan 2011 dan berlangsung hanya singkat, Yang
Mulia. Hanya tiga bulan, selesai di bulan September dan kemudian
diketok palu di bulan Oktober 2007.
Jadi saya bisa katakan, proses dari ... dan di Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 ... jadi selesai diketuk palu di Oktober 2011, itu
sepenuhnya, 100% adalah draf dari pemerintah, draf dari DPR
sepenuhnya hilang. Jadi, kami bisa katakan ini ada sesuatu yang
janggal. Kami melihat ada sesuatu yang janggal dalam proses
pembentukan … dalam proses Amandemen Undang-Undang Nomor 38
ini. Itulah kenapa kemudian saya bisa sangat bisa memahami kenapa
kemudian ada upaya untuk mengajukan judicial review ini. Jadi, bisa
saya katakan judicial review ini seharusnya tidak hanya uji materiil, tapi
juga bisa uji formal bahkan, menurut saya.
Yang keempat, kami ingin sampaikan adalah di rezim baru
undang-undang … rezim baru zakat nasional berdasarkan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 ini, kelemahan utama dari undangundang
ini adalah pertama tadi. Kelemahan di Undang-Undang Nomor
38 itu tidak diperbaiki, yaitu tidak adanya regulator yang kuat dan
credible, tidak ada kejelasan.
Jadi, sampai di Undang-Undang Nomor 23 ini, tata kelola zakat
tidak jelas … tetap tidak jelas, yaitu apa? Saat ini, para operator zakat
yang sekarang terdiri dari BAZ (dari bentukan pemerintah) dan LAZ
(bentukan masyarakat sipil) yang mereka seharusnya mereka dikelola
... diatur, diregulasi, dan diberikan pengawasan, sehingga dana umat
ini bisa dikelola, dan tidak ada penyalahgunaan, dan seterusnya … dan
seterusnya, ini tidak mendapatkan hal yang tepat di undang-undang
ini. Karena di sini regulator itu diserahkan kepada BAZNAS yang
merupakan juga operator. Di Undang-Undang Nomor 23 ini, BAZNAS
tetap menjalankan fungsi sebagai operator sebagaimana halnya LAZ,
yaitu mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan dana
zakat. Tetapi dia juga diberikan kewenangan menjadi regulator, yaitu
membuat perencanaan, kemudian membuat regulasi, dan sekaligus
mengawasi LAZ dan BAZNAS di bawahnya, begitu. Ini menurut kami
hal yang kurang tepat.
Kemudian, yang kedua, permasalahan utama di Undang-Undang
Nomor 23 ini adalah adanya upaya sentralisasi yang terlihat jelas di
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23. Dimana secara jelas, secara
eksplisit, di Pasal 6 disebutkan, “BAZNAS yang … BAZNAS memiliki
kewenangan untuk pengelolaan zakat nasional.” Jadi, ini mengubah
secara mendasar Undang-Undang Nomor 38. Dimana Undang-Undang
Nomor 38 di Pasal 8 disebutkan, “Yang berwenang mengelola dalam
pengelolaan zakat nasional adalah BAZ dan LAZ.” Di Undang-Undang
Nomor 23 di Pasal 6, “LAZ dihapuskan, hanya BAZNAS yang berwenang
melakukan pengelolaan zakat.” Itu jelas-jelas merupakan sentralisasi.
Dimana hak tadi yang disebutkan oleh Ibu Amelia bahwa ruang
partisipasi publik, itu telah sangat dibatasi oleh undang-undang. Peran
LAZ, itu kemudian diturunkan di Pasal 17 hanya sebagai sekadar
membantu BAZNAS.
Jadi, di sini ada perbedaan yang sangat signifikan bahwa yang
berwenang adalah BAZNAS dan masyarakat sipil hanya sekadar
membantu. Dan untuk kemudian dengan paradigma ini, kami melihat
LAZ kemudian mendapatkan perlakukan yang sangat diskriminatif di
Undang-Undang Nomor 23 ini, Yang Mulia. Dimana perizinan sebagai
... LAZ ya, itu sangat ketat sekali, sangat luar biasa ketat di Pasal 18.
Ketentuan yang paling mematikan, itu menurut kami adalah di
Pasal 18 ayat (2) huruf a, yaitu ketentuan bahwa LAZ harus berbentuk
ormas. Seluruh LAZ saat ini yang LAZ-LAZ perintis dan LAZ terbesar,
tidak ada yang berbentuk ormas, seluruhnya yayasan. Jadi, dalam
konteks zakat nasional kontemporer, ini benar-benar ahistoris
ketentuan ini. Ketentuan ini sangat ahistoris karena bisa kita
terjemahkan bahwa pasal ini merupakan benar-benar ditujukan untuk
mematikan LAZ yang terbesar saat ini. Karena mereka seluruhnya
bukan ormas, mereka seluruhnya yayasan. Dan sangat sulit bagi kita
untuk membayangkan bagaimana nanti mereka harus bertransformasi
menjadi ormas dari yayasan sekarang ini.
Secara ekonomi juga tidak ada ... secara ekonomi tidak ada hal
yang kita bisa bayangkan mengapa harus berbentuk ormas? Itu juga
kami tidak ... tidak memahami, kenapa harus berbentuk ormas? LAZ itu
... apa ... apa rasionalisasi ekonominya terutama, kenapa harus ormas?
Itu tidak ada. Karena pengelolaan zakat yang terpenting adalah trust.
Trust dari masyarakat dan kemudian mereka memiliki kapasitas untuk
mengelola zakat secara ... secara baik, memiliki manajemen yang
modern, dan seterusnya, begitu.
Kemudian, menurut kami yang kelima ingin kami sampaikan,
Undang-undang ini secara umum menurut kami sangat menghalangi
hak dari LAZ untuk dua aspek.
Yang pertama, terkait dengan Pasal 28C ayat (2) yang
disebutkan, ”Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa, dan negara.” Undang-undang ini setelah
mensterilisasi tadi, kewenangan zakat nasional di tangan BAZNAS
sepenuhnya, kemudian memarginalisasi LAZ sedemikian rupa dengan
memperketat syarat secara luar biasa.
Kemudian LAZ-LAZ itu yang sekarang sudah berdiri tetap diakui
dengan undang-undang, tetapi di pasal transisi disebutkan mereka
setelah lima tahun harus menyesuaikan diri dengan undang-undang
baru. Artinya mereka harus mengikuti ketentuan sebagaimana di
ketentuan di Pasal 18 yang sangat ketat tadi. Ini yang menurut kami
seluruh LAZ sekarang itu berpotensi untuk dilemahkan oleh undangundang
ini. Terlebih lagi LAZ-LAZ yang sampai saat ini belum
mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebelum undang-undang ini
berlaku karena secara informal begitu … secara informal Kementerian
Agama itu tidak melakukan pengurusan pengukuhan LAZ-LAZ baru itu
sejak proses amandemen Undang-Undang Nomor 38 yang sudah
dimulai sejak periode tahun 2005-2006. Jadi banyak sekali LAZ-LAZ
yang tidak memiliki izin operasional sampai sekarang, seperti tadi kasus
dari … dari Bali tadi, itu sangat banyak sekali.
Dengan posisi LAZ yang saat ini merupakan pemain utama
dalam zakat nasional ini dampak undang-undang ini menurut kami
sangat signifikan ke depan. Di mana BAZ ini memainkan peran sosial
dan dakwah yang sangat besar. Setelah mendapatkan rekomen …
pasal juga yang sangat bermasalah menurut kami adalah Pasal 18 ayat
(2) huruf c, LAZ yang harus … pendirian LAZ itu harus mendapatkan
rekomendasi dari BAZNAS. Di Undang-Undang Nomor 23 ini, BAZNAS
adalah juga pemain operator zakat nasional. Ini conflict of interest,
Yang Mulia, terlebih lagi BAZNAS di undang-undang ini … di undangundang
ini memiliki kewenangan regulator, tapi dia juga merangkap
sebagai operator. Ini conflict of interest yang tadi kami sebutkan,
sedangkan LAZ ini adalah operator. Jadi di sini tidak ada tata kelola
yang … yang clear.
Kemudian di Undang-Undang Nomor 23 ini yang berikutnya juga
yang kami sampaikan, potensial bertentangan dengan Pasal 28D ayat
(1) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu, “Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil,
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Dengan logika
sentralisasi bahwa yang berwenang adalah BAZNAS dan masyarakat
sipil tidak berwenang, maka kemudian BAZNAS mendapatkan
perlakuan-perlakuan yang istimewa dalam undang-undang ini. Antara
lain pendirian BAZNAS itu tidak mendapatkan restriksi sama sekali.
Tidak ada persyaratan pendirian BAZNAS, sedangkan LAZ sangat ketat
luar biasa Pasal 18.
Syarat-syarat tersebut sama sekali tidak diterapkan untuk
BAZNAS. Bahkan pendirian BAZNAS itu menjadi amanat undangundang,
harus didirikan. Walaupun disebutkan di undang-undang ini
secara eksplisit BAZNAS adalah lembaga lembaga nonstruktural, tapi
dalam undang-udang disebutkan BAZNAS mengikuti struktur
pemerintahan di pusat, provinsi, kabupaten/kota.
Jadi kalau mengikuti undang-undang ini nanti akan terdapat 1
BAZNAS pusat, 33 BAZNAS provinsi, dan sekian ratus … 400-an sekian
BAZNAS … 500-an sekian BAZNAS kabupaten/kota sangat (…)

52. KETUA: MOH. MAHFUD MD.
Agak, agak dipercepat ya Saudara.

53. AHLI DARI PEMOHON: YUSUF WIBISONO
Baik, Yang Mulia.

54. KETUA: MOH. MAHFUD MD.
Karena kami jam 13.00 ada sidang lagi.

55. AHLI DARI PEMOHON: YUSUF WIBISONO
Baik, Yang Mulia. Terakhir ingin kami sampaikan bahwa kami …
poin terakhir yang ingin disampaikan, kami sangat mendukung proses
amandemen Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, namun dengan
poin reformasi yang berbeda dari apa yang sudah dilakukan Undang-
Undang Nomor 23 ini.
Yang pertama, tadi sudah kami sebutkan bahwa yang
dipentingkan dalam zakat nasional saat ini adalah perbaikan tata kelola.
Perbaikan tata kelola ini, yaitu dengan mendirikan regulator yang kuat
dan kredibel. Kami sepakat BAZNAS menjadi regulator, namun
harusnya BAZNAS dilepaskan posisinya dari sebagai operator. Jadi
dengan demikian, tidak ada lagi conflict of interest. Dan yang sekarang
terjadi posisi BAZ dan LAZ itu harusnya tetap sejajar, tidak ada
hegemoni dari pihak … salah satu pihak tertentu. Jadi dengan demikian
kita akan … akan ini.
Yang kedua, jumlah BAZNAS dan LAZ saat ini itu sangat besar,
kami sepakat dan untuk itu perlu direfleksi, harus ada aturan, harus
ada syarat-syarat. Betul kami sepakat bahwa LAZ itu harus ada
syaratnya, betul, tetapi harusnya BAZ juga sama harusnya ada juga
syarat-syarat bagi LAZ. Enggak boleh setiap kabupaten/kota semua
punya BAZNAS, tapi enggak ada … enggak ada ketentuan persyaratan.
Jadi harusnya persyaratan di Pasal 18 itu diterapkan sama. Baik untuk
BAZ maupun untuk LAZ. Tidak hanya untuk LAZ saja yang seperti itu,
harusnya semua sama, poinnya sama.
Kemudian yang ketiga, poin yang kami ingin masukkan
sebenarnya dalam reformasi zakat ke depan adalah yang terpenting
adalah bagi pemerintah mengikutsertakan lembaga-lembaga zakat
yang kredibel dalam proses pengentasan kemiskinan … dalam proses
penanggulangan kemiskinan. Saat ini penanggulangan kemiskinan
pemerintah itu berjalan sendiri sedangkan asiprasi gerakan masyarakat
sipil dalam penanggulangan kemiskinan itu berjalan sendiri-sendiri.
Undang-undang ini harusnya bisa memfasilitasi bahwa pemerintah
melalui dana pajak itu memiliki juga sumber daya untuk sama-sama
dengan tujuan yang sama penanggulangan kemiskinan. Jadi sehingga
penanggulangan kemiskinan ini seharusnya bisa diakselerasi ketika ada
… ada kesempatan dari lembaga-lembaga zakat yang kredibel untuk
bisa mengakses dana-dana publik di Pemerintah.
Demikian Yang Mulia, yang bisa kami sampaikan. Terima kasih,
wassalamualaikum wr. wb.

56. KETUA: MOH. MAHFUD MD.
Terima kasih, Pak Yusuf Wibisono. Dan terima kasih juga ini ada
bahannya yang tertulis untuk apa … kami dalami lebih jauh apa yang
sudah Saudara sampaikan tadi dengan keterangan-keterangan yang
sangat berharga. Berikutnya Pak Muzakkir, silakan Bapak, mudahmudahan
bisa sepuluh menit.

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Risalah/risalah_sidang_PERKARA%20NOMOR%2086.PUU-X.2012.%2017%20Oktober%202012.pdf

Labels:

1 Comments:

At Tuesday, November 13, 2012 7:48:00 AM, Anonymous Anonymous said...

yes! integrated ZIS system. setuju.

 

Post a Comment

<< Home