Saturday, September 22, 2012

Islamisasi Ilmu Ekonomi ...

Yusuf Wibisono
Wakil Kepala - Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) FEUI

Dunia kini semakin muram. Di tengah gemuruh pertumbuhan ekonomi, kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan, dunia justru semakin dipenuhi berbagai masalah struktural yang semakin luas dan dalam. Dunia dipenuhi oleh paradoks. Pendapatan dunia semakin tinggi, namun kemiskinan tidak pernah berakhir. Pertumbuhan ekonomi terus meningkat, namun pengangguran semakin meluas. Pembangunan terus berjalan, namun kesenjangan semakin dalam. Ilmu kedokteran berkembang pesat, namun kasus kesakitan dan kematian kian melonjak. Teknologi pangan telah mencapai tingkat yang mengagumkan, namun kelaparan terjadi dimana-mana.
Mengapa sistem ekonomi konvensional mengalami kegagalan? Sistem konvensional telah membawa dunia pada kemajuan ekonomi yang luar biasa yang belum pernah dicapai dalam sejarah manusia. Namun dengan sumber daya ekonomi yang begitu besar yang kini dimilikinya, mengapa sistem ini gagal memecahkan masalah-masalah ekonomi, kemanusiaan dan terlebih peradaban, bahkan tidak mampu memecahkan masalah ekonomi yang paling dasar seperti ketersediaan makanan dan air bersih?
Sistem ekonomi konvensional memiliki kelemahan-kelemahan mendasar yang bersumber pada konflik antara tujuan ekonomi dengan perspektif terhadap dunia. Selain tujuan positif seperti efisiensi, sistem konvensional juga menetapkan tujuan normatif seperti pemenuhan kebutuhan dasar, distribusi pendapatan yang merata, dan keseimbangan ekologi, yang merupakan produk dari kepercayaan terhadap persaudaraan yang berakar dari perpektif relijius yang menekankan pada peranan dari kepercayaan terhadap Tuhan, akuntabilitas manusia terhadap Tuhan, dan nilai-nilai moral dalam alokasi dan distribusi sumber daya. Namun strategi dan instrumen ilmu ekonomi konvensional –yang merupakan hasil dari gerakan pencerahan di Barat- adalah sepenuhnya didasarkan pada perspektif sekuler.
Perpindahan ilmu ekonomi dari perspektif relijius ke perspektif sekuler ini telah menimbulkan berbagai kontradiksi. Paradigma sekuler telah membawa pada komitmen yang berlebihan terhadap mekanisme pasar yang liberal dan bebas nilai. Ketiadaan sistem nilai dan moral, telah membuat alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas tidak sejalan dengan kebutuhan pemenuhan tujuan normatif. Pelaku-pelaku ekonomi, individu dan perusahaan, berperilaku tidak sejalan dengan tujuan-tujuan ini sehingga menciptakan inkonsistensi antara ekonomi positif dan tujuan normatif.
Dalam perspektif Islam, tujuan normatif yang berakar dari keyakinan relijius, tidak akan pernah bisa dicapai dengan pendekatan sekuler. Ketika ilmu meniadakan agama sebagai sumber pengetahuan, maka disaat itulah ia telah menyesatkan dirinya dari kebenaran. Maka, sebagai misal, tidak akan pernah terhapus kemiskinan dengan instrument bunga, yang Tuhan telah tegaskan larangannya.

Islamisasi Ilmu Ekonomi
Ilmu ekonomi dalam Islam harus diturunkan dari kepercayaan dan ajaran Islam. Ilmu yang dibangun tidak boleh bertentangan dengan inti atau struktur logis dari paradigma Islam. Ilmu ekonomi Islam harus dimulai dengan nilai-nilai dan tujuan-tujuan kehidupan yang telah ditentukan oleh Tuhan dan tidak akan dapat dimaknai tanpa hal tersebut.
Ilmu ekonomi Islam tetap dapat menjadi disiplin ilmu pengetahuan baru yang ilmiah karena religious worldview and vision yang dimilikinya, tidak menghalanginya untuk secara objektif menentukan hubungan kausal antar variabel yang berbeda (hipotesis). Pembentukan hipotesis, sebagai misal, biasa mengambil bentuk: Jika A maka B, atau B = f (A). Hipotesis atau teori dalam ilmu ekonomi Islam akan banyak bersumber dan atau diderivasikan dari al Qur’an dan as-Sunnah.
Sebagai misal, dalam Islam, berbuat baik sesuai tuntunan agama akan berkorelasi dengan kesejahteraan hidup di dunia. “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman (A), maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (B) …” (QS An-Nahl: 97).
Menolong orang lain secara material, seperti memberikan zakat dan sedekah, tidak membuat harta kita berkurang, namun justru akan membuatnya berkembang dan berlipat ganda. “Dan apa yang kamu berikan berupa zakat (A) … maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (B).” (QS Ar-Rûm: 39).
Di sisi lain, dalam ekonomi Islam, kehancuran perekonomian banyak disebabkan oleh gaya hidup mewah yang kemudian memicu pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan Tuhan. “… maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu (A), … kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya (B).” (QS Al-Isrâ’: 16).
Berbagai bencana yang menimpa, dalam Islam dipandang sebagai bentuk hukuman atas perilaku ekonomi yang tidak dibenarkan seperti pelacuran dan riba. “Jika pelacuran dan riba telah merajalela di suatu masyarakat (A) maka mereka telah menghalalkan bagi diri mereka azab Allah azza wajalla (B).” (HR Thabrani dan Hakim).
Dalam ekonomi Islam, kesejahteraan adalah fungsi dari ketaatan terhadap ketentuan Tuhan, kesejahteraan = f (ketaatan terhadap Tuhan). “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’râf: 96)
Sebaliknya, dalam ekonomi Islam, penurunan kesejahteraan sosial secara terus menerus (mahq) adalah fungsi dari perilaku ekonomi tidak etis, seperti riba, mahq = f (riba). “Allah memusnahkan riba …” (QS Al-Baqârah: 276). Mahq (musnah) adalah menurun setelah penurunan, a continuous process of diminishing.
Dalam ilmu ekonomi Islam, penetapan hipotesis dan teori tidak sekedar bertujuan untuk analisis dan prediksi ekonomi semata, namun yang lebih penting adalah pencapaian visi kehidupan. Ilmu ekonomi Islam, sebagaimana ilmu lainnya dalam Islam, harus ilmu yang bermanfaat dengan secara pragmatis mampu memecahkan masalah dan mempromosikan kesejahteraan umat manusia baik di dunia maupun di akhirat.
”Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, nafsu yang tidak pernah puas, dan do’a yang tidak dikabulkan.” (HR Muslim dan An-Nasâ’i).

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home